Rabu, 03 Maret 2010

INSYA ALLAH MBAH IMAM SUDRAJAT TIDAK TERLIBAT DALAM PILKADA 2010 (Tinggal Sebagai Mitos)


Oleh:
Muh Fajar Pramono,
Dosen ISID Gontor dan direktur LP2BM


            Insya Allah Mbah Imam Sudrajat dalam Pilkada ini tidak terlibat. Jika memaksakan, telah terlanjur kehilangan momentum. Atau hanya sebagai mitos yang sengaja dibangun oleh calon tertentu yang mengharapkan keuntungan atas kehadirannya dalam Pilkada di Ponorogo. Banyak spekulasi faktor penyebabnya, antara lain, yaitu faktor kesehatan, perubahan manajemen keuangan, pengalihan bisnis dan spekulasi lainnya. Menurut penulis bahwa berbagai spekulasi tersebut tidak sepenuhnya salah. Tetapi yang paling dominan adalah yang bersangkutan telah kehilangan momentum.
            Ada beberapa indikator yang menunjukkan bahwa Beliau telah kehilangan momentum, Pertama, sudah tidak lagi sebagai kekuatan perekat dan penyatu. Orang-orangnya bercerei-berei. Kelompok pemikirnya lebih pada posisi wait and see. (menunggu dan melihat). Sedangkan orang-orang lapangannya sudah terpecah-pecah bukan pada satu calon  Bupati. Ada yang sebagian ke calon bupati Muhadi, calon bupati Amin dan ada yang dicalon bupati Supriyanto.
            Kedua, terlihat berbagai agenda dalam Pilkada yang tidak sesuai skenario yang Beliau rencanakan, baik di luar, seperti, Pilkada di Magetan, Kabupaten Madiun dan Nganjuk. Juga ketidak-berhasilan dalam melakukan setting Pilkada di Ponorogo 2010, misalnya, mempertahankan pasangan Muhadi-Amin, juga hal yang sama kegagalan dalam mencoba untuk membangun pasangan baru Supriyanto-Amin maupun Amin-Edi Wiyono. Artinya, menggambarkan betapa lemah kekuatan atau otoritas Beliau. Dimana perintah-perintahnya sudah tidak lagi didengar dan digugu oleh para kader dan pengikutnya.
            Ketiga, dilihat dari fenomena calon bupati Amin yang nota-bene sering membawa nama Mbah Imam Sudrajat dalam berbagai even, termasuk dalam upaya mendapatkan kendaraan politik. Memang manjur dari segi opini, tetapi justru blunder dalam real-politic. Banyak pihak melihat dengan tidak kunjung usainya urusan kendaraan politik calon bupati Amin, justru akan menambah indikator semakin lemahnya hubungan calon bupati Amin dan Mbah Imam Sudrajat, juga menunjukkan semakin lemahnya kekuatan (tim dan orang-orang serta jaringannya) Mbah Imam Sudarjat. Dengan kata lain, jika benar calon bupati Amin didukung oleh Mbah Imam Sudrajat atau jika benar kekuatan Mbah Imam Sudrajat masih kuat mestinya bukan urusan yang sulit untuk mendapatkan kendaraan politik.
            Penulis semula menduga ada perubahan paradigma dan kearifan Mbah Imam Sudrajat dalam Pilkada karena berbagai faktor di atas. Yang tidak lagi mengandalkan kekuatan dana dan jaringan, tetapi lebih mengandalkan strategi. Yaitu pola pilkada dengan biaya serendah-rendahnya dan tenaga yang tidak ngoyo, tetapi bisa menang atau berhasil. Namun, ditunggu-tunggu dalam kurun waktu tertentu dan dilihat dari berbagai even tidak nampak perubahan paradigma yang dimaksud. Justru yang terjadi semakin hari semakin tidak jelas arah dan jurus yang digunakan, bahkan semakin hari semakin bias apa yang menjadi agenda Beliau dalam Pilkada di Ponorogo.
            Jika spekulasi atau analisis itu benar bahwa Mbah Imam Sudrajat tidak terlibat dalam pilkada, bagaimana implikasinya terhadap konstalasi calon Bupati ? Pertama, terhadap calon bupati Muhadi. Kondisi ini adalah suatu yang memang diharapkan. Karena sejak awal telah mengambil garis tegas dan jelas dalam melakukan posisioning terhadap kekuatan Mbah Imam Sudrajat. Jadi, dengan kondisi ini sangat diuntungkan. Ini di luar persoalan tingkat keberhasilan Beliau dan ini persoalan atau sisi lain.
Kedua, terhadap calon bupati Amin. Hal tersebut adalah siatuasi yang paling ditakutkan. Karena selama ini calon bupati Amin yang “menjual”  symbol dan nama besar Mbah Imam Sudrajat. Implikasi yang langsung bisa dilihat dan dirasakan adalah ketidak-jelasan kendaraan politik yang digunakan hingga kini. Bahkan implikasinya juga terhadap soliditas tim suksesnya yang mulai kendor dan tidak semilitan sebelumnya. Tetapi tidak bisa dianggap sudah mati kartunya. Namun, jika dilihat waktu rasanya pesimis.
            Ketiga, terhadap calon bupati Supriyanto. Dengan tidak terlibatnya Mbah Imam Sudrajat sebenarnya yang paling diuntungkan. Karena, memang sejak awal siap didukung atau siap mandiri, bersama atau tanpa dukungan Mbah Imam Sudrajat. Juga sebenarnya problem yang dihadapi calon bupati Supriyanto tidak seberat calon bupati Amin. Karena kendaraan politik sudah jelas. Persoalan utama adalah masalah fundrising (penggalian dan pengelolaan) anggaran. Jika calon bupati Amin harus mendapat dukungan dana Rp 10-12 miliar, sedangkan calon bupati Supriyanto cukup dengan dukungan dana Rp 6-9 miliar. Selebihnya adalah suratan taqdir yang kadang-kala menjadikan calon bupati nekad dan tidak jernih dalam mengkalkulasi kekuatan dan peluang dirinya. Karena salah dalam memahami taqdir. Wallahu Alam


Cokromenggalan, 2 Maret 2010

Selasa, 16 Februari 2010

Bersama Mitra

Kondisi Keuangan Calon Bupati

Oleh:
Muh Fajar Pramono,
Dosen ISID Gontor & Direktur LP2BM


Jika dalam waktu 15 hari ke depan (akhir Bulan Februari 2010) tidak ada gebrakan yang berarti, baik yang dilakukan oleh calon Bupati Amin maupun calon Bupati Supriyanto, maka kondisi ini sangat menguntungkan calon Bupati Muhadi sebagai incumbent (yang sedang berkuasa). Lebih-lebih jika yang terakhir ini agak berani dalam menggunakan anggaran (sekalipun tetap terukur). Memang kondisi calon Bupati Supriyanto tidak sekrusial calon Bupati Amin. Karena dari segi kendaraan politik relative terseleseikan (PDIP). Sedangkan yang masih gelap terkait dengan fundrising (penggalian dan pengelolaan anggaran).
Adapun calon Bupati Amin lebih kurang beruntung, yaitu kendaraan politik belum jelas dan masalah anggaran juga masih gelap. Semuanya bersumber dari masalah anggaran. Bisa jadi belum jelasnya kendaraan politik calon Bupati Amin bukan masalah strategi, tetapi semata-semata karena persoalan anggaran. Hitung-hitungan penulis setidaknya untuk calon Bupati Supriyanto (PDIP) dibutuhkan anggaran sekitar Rp 6-9 miliar, terutama untuk kebutuhan biaya pelaksanaan pilkada. Karena kendaraan politik sudah teratasi, sekalipun bukan berarti tidak membutuhkan anggaran untuk mendapatkan kendaraan tersebut.
Sedangkan calon Bupati Amin harus menyediakan setidaknya antara Rp 10-13 miliar, dengan perincian Rp 2-3 miliar untuk mendapatkan kendaraan politik, Rp 6-9 miliar untuk biaya pelaksanaan pilkada dan sekitar Rp 2 miliar untuk beban-beban lain. Bagaimana dengan pemain baru (selain Muhadi, Amin dan Supriyanto) ? Setidaknya dibutuhkan anggaran sekitar Rp 10-15 miliar. Itupun untuk akhir Februari sudah ada kepastian maju-tidaknya dan kendaraan politik sudah jelas. Karena untuk sosialisasi dalam waktu satu bulan penuh (Maret) tidaklah murah, baik dalam membangun jaringan dan popularitas, sebagaimana pendahulunya (Muhadi, Amin dan Supriyanto).
Disisi lain ada beberapa model penawaran anggaran dengan syarat dan prosedur yang tidak mudah. Misalnya, ada seorang sponsor (botoh) yang menawarkan Rp 1 miliar dan pengembaliannya dua kali lipat (Rp 2 miliar). Model lain, misalnya, pinjam Rp 1 miliar, kemudian dipotong dimuka 5 persen. Cara pengembaliannya, jika kalah harus dibayar penuh Rp 1 miliar dan jika menang harus mengembalikan Rp 1 miliar, dengan tambahan 25 persen atau sekitar Rp 250 juta. Padalah dibutuhkan anggaran sekitar Rp 6 – 13 miliar. Jadi, hanya calon Bupati yang nekad dan yang tidak punya pikiran jangka panjang yang mau bertransaksi dengan sponsor (botoh) tersebut.
Bagaimana dengan calon Bupati Muhadi, sebagai incumbent ? Fenomena ini sebenarnya berlaku pada siapa saja sebagai incumbent, termasuk calon Bupati Amin maupun calon Bupati Supriyanto jika kemudian hari kelak terpilih sebagai Bupati. Tidak salah jika anggapan banyak pihak bahwa yang bersangkutan (incumbent) yang paling siap dalam masalah anggaran. Ini berandai-andai saja dan memang sulit dibuktikan. (Seperti kentut). Keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan APBD dan pengelolaan kekuasaan atau kewenangan sebagai Bupati, misalnya, dalam rekriutmen dan mutasi PNS di lingkungan Pemkab. Ini sifatnya spekulatif (bisa benar dan bisa salah, juga bisa lebih kecil atau bahkan lebih besar yang diperoleh dari hitungan tersebut).
Jika dalam waktu 4 tahun saja (sengaja tidak dihitung 5 tahun) nilai anggaran APBD Kabupaten Ponorogo sekitar Rp 700 miliar. Setelah diambil untuk biaya rutin, termasuk di dalamnya biaya operasional Bupati, mungkin masih (katakanlah) sekitar Rp 200 miliar untuk proyek-proyek Pemkab (dalam hitungan paling minim). Bupati, sebagai penanggung-jawab (pj) proyek-proyek tersebut tentunya tidak gratis. Katakanlah jika yang bersangkutan dapat fee (secara legal) Rp 2 miliar per tahun (0,5 persen). Maka dalam 4 tahun, yang bersangkutan akan mendapatkan sekitar Rp 8 miliar (di luar gaji sebagai Bupati) yang diperoleh incumbent.
Jadi, kalau 1 persen saja, akan memperoleh Rp 16 miliar. Kalau 5 atau 10 persen, tentunya lebih besar dari hitungan tersebut. Belum termasuk mega proyek pembangunan Rumah Sakit dan program rekruitmen serta mutasi PNS di lingkungan Pemkab. Konon juga menghasilkan anggaran (di luar sumber APBD). Singkatnya, tidak sulit bagi incumbent untuk mendapatkan biaya politik. Persoalannya, apakah yang bersangkutan punya keberanian untuk menggunakan anggaran tersebut ? Karena gambling atau spekulasinya tinggi. Tidak salah, jika orang menyebut sebagai ajang perjudian. Pilihannya hanya dua, jika tidak kalah, ya menang, atau sebaliknya. Inilah, yang sering menghantui incumbent, termasuk calon Bupati Muhadi. Wallahu A’lam

Cokromenggalan, 16 Februari 2010

Jumat, 12 Februari 2010

PENGALAMAN LEMBAGA

¨ Kajian, Studi Kasus: Partisipasi Masyarakat dalam Legislatif Badui Perda Nomor 32 Tahun 2001 Tentang Hak-Hak Ulayat, 2003.
¨ Survei, Dampak dan Pelaksanaan Kebijakan Pemukiman Internally Displaced Persons (IDP) di Kalimantan Barat, 2003
¨ Forum Koordinasi Pemberdayaan Peranserta Lembaga Kemasyarakatan Dalam Menyikapi Hak Sipil, Poleksosbud kaitannya dengan HAM, Badan Kesatuan Bangsa Propinsi Jawa Timur, di Hotel Natour Tretes Pasuruan, 16-17 Pebruari 2005.
¨ Workshop, Pertemuan Gubernur se-Dunia (Networking Regional Government for Sustainable Development) atau Lake Toba Summit di Kota Medan, Parapat (Simalungun) dan Tanah Karo (Brastagi) Sumatera Utara, 10-12 Maret 2005.
¨ Workshop, Sosialisasi Penyusunan Modul Kasus Sukses Pembangunan Lokal Untuk Pembangunan daerah, Bappeprop Jatim, di Hotel Inna Simpang Surabaya, Selasa-Rabu, 22-23 Maret 2005.
¨ Talkshow,”Konflik Pilkada dan Pendewasaan Politik”, Jawa Pos Institut Pro Otonomi (JPIP), Graha Pena, Rabu, 03 Agustus 2005.
¨ Workshop,” The Union of NGO’s of Islamic World Council Meeting, Jakarta-Hotel , Ahad, 2 Juli 2006.
¨ Penelitian Kelompok,”Sistem Pemilihan dan Kriteria Bupati Ponorogo Tahun 2005”, Biro Riset dan Kajian Ilmiah ISID Gontor dan LP2BM, September 2004.
¨ Penelitian kelompok,” Kesiapan Elit Politik Menyongsong Pemerintahan Baru di Ponorogo”, Biro Riset dan Kajian Ilmiah ISID Gontor dan LP2BM, September 2004.
¨ Penelitian Kelompok,”Sejarah Masuknya Islam di Ponorogo”, LP2BM & ISID Gontor, September 2004.
¨ Penelitian kelompok,”Pemetaan Politik Pilkada Ponorogo 2005”, LP2BM, Pebruari 2005.
¨ Penelitian kelompok,”Pemetaan Politik PDI-P Ponorogo 2005”, LP2BM, Anggaran Kader PDIP, Pebruari-Maret 2005.
¨ Penelitian,”Model-Model Musyarokah PKS di Jatim dalam Pilkada dan Pemerintahan Daerah”, LP2BM, Anggaran MPW PKS Jatim, 8 Juni – 4 Juli 2007.
¨ Penelitian kelompok,”Pergeseran Tokoh Masyarakat Dalam Proses Pembangunan di Jawa Timur – Konsep, Parameter, Model dan Peranannya Berdasarkan Sub-Kultur”, Pemprov Jatim, Tahun Anggaran 2008, Juni 2008.
¨ Program Pendampingan,”Pesantren Berbasis Lingkungan Sosial-Budaya di Pondok Pesantren Sulamul Huda Mlarak, Ponorogo, Jawa Timur”, Pemprov Jawa Timur, Tahun Anggaran PAK 2008, Desember 2008.
¨ Legislatif Drafting: Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Kota Balikpapan, 2008.
¨ Legislatif Drafting: Peraturan daerah dari Kabupaten Garut dan Balikpapan City pada Kesehatan Lingkungan, 2008
¨ Program Penyusunan,”Profil Potensi dan Peluang Investasi Kabupaten Ponorogo”, Pemkab Ponorogo, Tahun Anggaran 2009, April-Agustus 2009.

Maksud dan Tujuan

1. Terbentuknya lembaga penelitian dalam rangka untuk meningkatkan potensi dan peran kalangan akademisi dalam proses pembangunan.
2. Terbentuknya lembaga penelitian yang mendorong proses pembangunan ke arah supremasi hukum dan HAM dalam rangka terwujudnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
3. Terbentuknya lembaga penelitian yang mendorong pemberdayaan birokrasi pemerintahan yang profesional dan pencerahan masyarakat.

PETA PERKEMBANGAN PILKADA PONOROGO

PETA PERKEMBANGAN
CALON BUPATI, KENDARAAN POLITIK DAN MBAH IMAM SUDRAJAT
Oleh:
Muh Fajar Pramono,
Dosen ISID Gontor dan direktur LP2BM


Untuk membaca siapa calon Bupati yang akan bertarung dan potensial pada pilkada 2010 setidaknya bisa dilihat dengan beberapa factor, (tanpa bermaksud mengabaikan factor-faktor lain). Pertama, dari segi popularitas calon Bupati. Kedua, factor kendaraan politik (baca: parpol). Ketiga, factor kekuatan dana. Keempat, factor pasangan/ calon wakil Bupati. Kelima, factor Mbah Imam Sudrajat.
Dari segi popularitas ada tiga calon Bupati yang harus diakui belum tertandingi oleh calon lain, yaitu: Muhadi Suyono (incumbent Bupati), Amin (incumbent Wakil Bupati) dan Supriyanto (mantan Ketua DPRD) (bukan berdasarkan urutan popularitas). Kebetulan pemain-pemain lama (karena konsekuensi pemilihan langsung). Tidak menutup kemungkinan munculnya calon lain. Terlepas pertimbangan strategi atau alasan lain (dalam rangka menghitung kekuatan diri maupun kekuatan lawan yang telah beredar), hingga sekarang belum muncul atau dimunculkan.
Sedangkan dari segi kendaraan politik yang baru definitive (relative jelas) adalah Supriyanto, yaitu dari PDIP (10 kursi, atau lebih 2 kursi dari ketentuan). Karena sebagai calon tunggal dari PDIP. Kecuali DPD Jatim dan DPP PDIP mempunyai pertimbangan lain. Kemudian Muhadi Suyono, yaitu dari PKB (dengan tambahan dari PKNU dan Hanura). Jika belum clear hingga sekarang kemungkinan lebih terkait dengan deal-deal yang harus disepakati. Tidak mustahil jika terjadi deadlock (terkait dengan deal tersebut) akan berpotensi bergeser ke Golkar sebagai alternative. Siapapun calon Bupati, termasuk Muhadi Suyono berprinsip dengan biaya serendah-rendahnya dan yang sama penting adalah rasa aman (tidak ditekan-tekan).
Adapun yang menarik adalah fenomena Amin, dimana hingga sekarang belum jelas kendaraan politik yang digunakan. Semula wacananya melalui Partai Demokrat (7 kursi, atau kurang 1 kursi dari ketentuan). Kemudian bergeser ke PAN (6 kursi, atau kurang 2 kursi dari ketentuan). Terakhir, wacanya akan menggunakan Golkar (9 kursi, atau lebih 1 kursi dari ketentuan) sebagai kendaraan Politik. Ketidakpastian kendaraan politik Amin diduga terkait dengan ketidak-jelasan terkait dengan kesiapan dan kekuatan dana yang bersangkutan. Disamping faktor idealisme dan garis politik partai (Demokrat, PAN dan Golkar), Juga tidak mustahil terkait dengan tarik menarik calon Wakil Bupati.
Dari segi Calon Wakil Bupati memang yang paling tinggi great/ nilainya Amin. (Sedangkan untuk menjadi Calon Bupati persoalan dan konteksnya lain). Maka wajar sekarang diperebutkan oleh Supriyanto (PDIP) dan Muhadi Suyono (PKB). Konsekuensinya, meningkatkan rasa percaya diri (PD) Amin yang dinilai sementara orang (kadangkala) agak berlebihan. Kemudian Yuni Widyaningsih (Mbak Ida), disamping ketua DPD Golkar (yang dipilih secara aklamasi), juga peraih suara terbanyak di Ponorogo (Pemilu Legislatif) dan yang tidak bisa dipungkiri adalah kekuatan dana. Yang ketiga, adalah Mas Udin (Suami Bu Niken), disamping kekuatan dana adalah karena aksebilitasnya di elit Jakarta. Baru kemudian Agus Mustofa (Ketua PAN) atau Marjuki (ketua Partai Demokrat).
Terkait dengan tarik menarik dengan Calon Wakil Bupati, khusus untuk Amin memang bisa menjadi penentu siapa yang menang menjadi Bupati. (baik Muhadi-Amin maupun Supriyanto Amin). Implikasinya, tidak hanya akan terjadi kristalisasi Calon Bupati (bisa menjadi 2 pasangan saja), tetapi juga akan mencegah munculnya calon baru. Karena calon lain (siapapun dan berapa besar dananya) akan berpikir berulang-ulang untuk maju jika berhadapan dengan pasangan tersebut (Muhadi-Amin atau Supriyanto-Amin). Sebaliknya, jika tiga kekuatan tersebut tidak bisa dijadikan dua kekuatan, maka akan potensial melahirkan calon-calon baru lainnya. Bisa muncul dari Demokrat dan bisa muncul dari Golkar, atau partai lain yang selama ini kurang diperhitungkan, misalnya, PPP, PNI Marhein dan partai kecil lainnya.
Sekarang bagaimana dengan kekuatan dana ? Penulis sengaja tidak menghitung dana yang sifatnya spekulatif. Misalnya, dari botoh. Karena sifatnya yang fluktuatif (tidak pasti atau berubah-ubah). Jadi, yang paling mudah adalah yang dipersiapkan oleh calon. Diantara ketiga calon (Muhadi, Amin dan Supriyanto) adalah Muhadi yang paling siap (terlepas keberaniannya dalam menggunakan dana tersebut). Karena dalam prakteknya bahwa pilkada tidak lebih seperti orang berjudi. Artinya, pilihannya hanya dua, jika tidak kalah, ya menang, atau sebaliknya. Jadi, seorang calon yang mempunyai dana belum tentu berani menggunakan dana tersebut. Sedangkan Supriyanto konon menggunakan funding menyebar. Adapun Amin belum jelas terkait dengan persiapan dana.
Terakhir adalah factor Mbah Imam Sudrajat. Jika dikaitkan dengan tiga calon, yaitu Muhadi, Amin dan Supriyanto. Apabila dilihat dari ketergantungan calon terhadap Mbah Imam Sudrajat. Muhadi lebih mandiri dibanding dengan ketiga calon tersebut mengingat pengalaman sebelumnya. Sedangkan Amin sangat tergantung dengan Mbah Imam. Adapun Supriyanto posisinya moderat. Artinya, bisa mandiri, tetapi tetap menjaga hubungannya dengan Mbah Imam. Dalam posisi yang demikian siapa yang berpeluang sangat tergantung kondisi dan kebijakan Mbah Imam Sudrajat. Jika posisinya seperti Pilkada 2005 maka yang paling diuntungkan adalah Amin. Tetapi jika poisisinya tidak maksimal (baik dari segi dana dan pengerahan jaringan), maka yang paling diuntungkan adalah Supriyanto.
Berdasarkan beberapa factor di atas bahwa siapa calon yang bertarung dan potensial di Pilkada 2010, masih beredar tiga nama, yaitu: Muhadi Suyono, Amin dan Supriyanto. Dan harus diakui bahwa masing-masing mempunyai kelebihan. Muhadi Suyono kekuatannya di kesiapan dana dan kendaraan politik (PKB). Sedangkan Amin kekuatannya terletak pada Tim Suksesnya yang militan, tetapi kendaraan politik dan kesiapan dananya belum jelas. Adapun Supriyanto kekuatannya disamping kendaraan politik (PDIP) adalah jumlah pemilih yang konstan (tidak bisa berkurang, tetapi bisa bertambah) dan karakteristik pemilih yang bersifat fungsional. Tidak bersifat karikatif sebagaimana karakteristik pemilih Amin. Wallahu Alam


Cokromenggalan, 11 Januari 2010